Iman Itu Berpihak Kepada Allah Dan Rasul-Nya

Toto Tasmara, FB Status 19 April 2015

Iman Itu Berpihak Kepada Allah Dan Rasul-Nya

Bila iman kita terjemahkan “percaya kepada Allah“, maka pengertian itu tentu saja belum sepenuhnya mewakili arti iman tersebut. Karena bila hanya sekedar percaya kepada Allah, bukankah iblis pun percaya kepada Allah? Padahal, iblis dan setan itu adalah musuh yang nyata bagi setiap orang yang beriman (QS. 2:208). Menjadi tugas kita untuk mengenal dan sekaligus melawan setiap godaan setan yang akan menyimpangkan kita dari jalan yang lurus (QS. 7:16-17).
iman-itu-berpihak-kepada-Allah-dan-Rasul-Nya
Iman Itu Berpihak Kepada Allah Dan Rasul-Nya
Kita harus mampu membedakan makna imannya setan dan imannya orang mukmin, dengan logika sebagai berikut:
Setan = percaya kepada Allah,
Muslim = percaya kepada Allah,
maka…..?
Ya kesimpulannya, muslim = setan, yaitu sama-sama percaya kepada Allah.
Nah, jelaslah bahwa iman tidak cukup diterjemahkan secara dangkal, “percaya!“.

Maka, agar kita berbeda dengan setan, pengertian iman harus kita fahamkan dan dihayati sebagai “keberpihakan kepada Allah“. Makna Keberpihakan berarti terkandung di dalamnya ketaatan, kecintaan, pengorbanan, pembelaan dan segala-galanya hanya dipersembahkan karena ketundukan kepada Allah untuk meraih ridha-Nya (QS. 2:207), sebagaimana proklamasi keimanan yang kita baca dalam iftitah shalat: inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin! (QS. 6:162-163)“.

Selanjutnya, Al Quran menjelaskan pula bahwa ternyata tidak cukup seseorang disebut beriman hanya karena dia “percaya” akan adanya Allah atau Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana firman-Nya: “Dan jika engkau (Muhammad) bertanya kepada mereka (kaum musyrik), siapa yang menciptakan langit dan bumi, pasti mereka akan menjawab Allah, maka bagaimana mereka dapat terpalingkan (dari kebenaran)?”, [QS. 43:88 dan QS. 31:25].

Ayat-ayat yang bernada seperti itu cukup banyak dalam Al-Qur’an, yang kesemuanya menggambarkan bahwa kaum musyrikin penduduk Makkah yang menentang Nabi, mereka semua percaya adanya Allah, Tuhan Maha Pencipta (Al-Khaliq), yang menciptakan langit dan bumi. Namun sama sekali mereka tidak disebut kaum beriman, bahkan dengan tegas disebut sebagai kafir musyrik. Ini menunjukkan adanya sesuatu yang amat penting, yang harus ada disamping sikap percaya akan adanya Tuhan. Sebabnya ialah, meskipun penduduk Makkah zaman itu “percaya” akan adanya Allah, namun “mempercayai” berhala-berhala mereka, sehingga kepada berhala-berhala mereka minta perlindungan, pertolongan, keselamatan dan seterusnya. Dan persis inilah yang disebut syirik, sikap “mempercayai” sesuatu selain Tuhan sendiri sebagai bersifat ketuhanan (ilahi), kemudian memperlakukan sesuatu selain Tuhan itu sama dengan perlakuan kepada Tuhan yang sebenarnya, seperti menyembah, misalnya. Jadi bagi mereka Tuhan mempunyai “syirk” (syarik) dan sebutan “musyrik” untuk pelakunya.

Maka agar kita tidak terjebak dalam sifat sirik, orang yang beriman akan berlari untuk menjunjung tinggi panji-panji keimanannya dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya yang dibimbing dengan penjelasan dan petunjuk melalui Al Qur’an (QS. 3:138). Sikap untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya ini (fataquulaah wa athii’un) di ulang-ulang dalam surat Al Mukminun (QS. 23:110,126,131,163). Dan kita memahaminya bahwa setiap ayat yang diulang-ulang menunjukkan pentingnya ayat tersebut untuk direnungkan dan diamalkan.

Memaknai iman sebagai keperpihakan, ketaatan, kecintaan dan pembelaan, dapat dilihat dalam firman-Nya: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”.

Ayat ini sangat jelas memerintahkan kita (orang yang beriman) untuk bersandar dan berpihak sepenuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Masalahnya, apakah kita berpihak kepada Allah dan Rasul-Nya ataukah berpihak kepada berhala-berhala hawa nafsu dan dunia?

The answer, my friend, is not blowing in the wind, but from the bottom of your heart!

Toto Tasmara

Iman itu berpihak kepada Allah dan Rasul-Nya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel